MPKD-UGM. Integrasi Sektor Formal-Informal Dalam Konteks Pembangunan Kota: Belajar Dari Kasus Yogyakarta Dan Surakarta. Policy Dialog kali ini merupakan kerjasama antara 3 instansi yaitu Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Bidang Permukiman (Balai LITBANGSOSEKIMPU) dengan CIDA-AIT Partnership (SEA-UEMA Project, Asian Institute of Technology), Thailand dan Program Studi Perencanaan Wilayah Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada.
Policy Dialog yang pertama di selenggarakan pada bulan Mei 2006, (Policy Dialog on Planning and Management of Small Community Water Supply of Yogyakarta), di mana MPKD UGM turut terlibat di dalam pelaksanaannya. Dibagi kedalam dua sesi, sesi pertama menampilkan Walikota Yogyakarta (diwakili oleh Bapak Heru Priyawardoyo, SP (Kepala Dinas Perdagangan, Industri, Koperasi dan Pertanian) dan Walikota Surakarta (diwakili oleh Drs. Priyanto, MM,Kepala Bappeda Surakarta) sebagai pembicara utama.
Sesi kedua menampilkan Dr. Ir.Bakti Setiawan, MA. KetuaProgram Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah-UGM), Ir.Yusniewati, M.Sc. (Kepala Balai Litbang Sosek Bidang Permukiman, DPU), dan Dr.Ir.Sudaryono Sastrosasmito, M.Eng (Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, FT-UGM). Peserta policy dialog kali ini adalah stakeholders pembangunan kota yang terdiri dari: pelaku sektor informal, pemerintah, sektor swasta, lembaga swadaya masyarakat, lembaga penelitian, dan perguruan tinggi.
Rangkuman hasil Policy Dialog ini antara lain:
Kota Yogyakarta dan Kota Surakarta, dengan sangat berhasil dan tanpa melalui konflik-konflik yang berarti telah menunjukkan kapasitasnya melakukan integrasi sektor informal dan formal dalam bentuk proyek relokasi dan reformasi pedagang kakilima klithikan menjadi pasar klithikan yang sangat berhasil. Pasar klithikan di kedua kota tersebut telah dimasukkan ke dalam peta pembangunan kota secara formal dan mendapatkan dukungan dari semua pihak yang berkepentingan.
Studi eksploratif yang dilakukan di kampungkampung bantaran sungai Code menunjukkan bahwa dikotomi ilegal dan legal atas status tanah-tanah di kampung yang terjadi pada dekade 70-an, pada kenyataan saat ini telah hilang seiring dengan dimasukkanya kampung-kampung di bantaran sungai Code ke dalam peta pembangunan kota Yogyakarta oleh Pemerintah Kota. Hal ini menunjukkan bahwa integrasi sektor permukiman informal (kampung ilegal) ke dalam pembangunan permukiman formal (kampung legal) telah menjadi kenyataan praktek kebijakan pembangunan kota.
Action research yang dilakukan di Cimahi-Bandung menemukan bahwa model Land Consolidation dan Land Sharing dapat diterapkan sebagai model integrasi antara sektor permukiman informal (kampung) dengan sektor permukiman formal (rumah susun).