Urban Research Forum (URF) merupakan platform inklusif memfasilitasi akademisi, profesional, dan pembuat kebijakan untuk berbagi dan memperkaya pengetahuan dan pengalaman mereka tentang transformasi perkotaan Indonesia.
Seminar URF sesi ke-2 dilaksanakan pada tanggal 15 September 2020 dari pukul 10.00 hingga 12.30 dengan tema “Urban Planning in The Era of Disruption: Towards Indonesia Emas, 2045″ yang dilaksanakan secara online dengan 488 peserta dan Youtube live streaming yang telah mencapai 1200 penonton. Acara ini dimoderatori oleh Prof. Bakti Setiawan dan dipandu oleh Dr. Tri Mulyani Sunarharum dari Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM.
Keynote speaker pada sesi kali ini adalah Prof. Bambang Brodjonegoro, Menteri Riset dan Teknologi Indonesia. Beliau membahas tentang tantangan dan peluang penelitian, teknologi, dan inovasi di era disrupsi. Dengan “Visi Indonesia” untuk menjadi salah satu negara dengan ekonomi terkuat di dunia pada tahun 2045 dan jumlah penduduk perkotaan yang terus meningkat, maka market opportunity di Indonesia kian menjadi semakin besar. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya tenaga terampil (skilled workers) untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh, dengan melimpahnya sumber daya alam, Indonesia harus memanfaatkannya dengan mengembangkan manufaktur berbasis sumber daya alam sebagai penggerak dalam pertumbuhan ekonomi. Dalam kasus ini, harus ada perubahan paradigma dalam pengembangan ekonomi, tidak hanya berbasis sumber daya alam namun mulai beralih ke ekonomi berbasis inovasi.
Topik kedua, dibawakan oleh Gayatri Singh Ph.D. dari World Bank (Bank Dunia) yaitu “Realizing Indonesia’s Urban Potential in the Era of Disruption”. Meskipun urbanisasi membantu kesejahteraan masyarakat secara global, hal ini tidak terjadi secara mudah. Dalam perkembangannya, urbanisasi telah membantu memberikan manfaat bagi Indonesia, tetapi manfaat yang diberikan tidak semaksimal negara-negara di Asia Timur. Alasan utama mengapa hal ini terjadi adalah karena ketidakefisien-an dalam pembangunan perkotaan dan tidak terhubungnya perencanaan dan investasi infrastruktur. Indonesia memiliki perkembangan pada peningkatan akses ke layanan dasar tetapi kesenjangan tetap ada pada kelompok tertentu. Terdapat tiga bidang perhatian dalam pembangunan perkotaan yang perlu diperhatikan menurut Gayatri Singh. Pertama, Truly embracing multi-dimensional resilience at the heart of urban development, kedua adalah from sectoral silos to integration for transformation dan terakhir data ecosystem that includes communities.
Pemateri ketiga adalah Prof. Dr. Deden Rukmana yang memaparkan tentang “Planning Megacities in the Global South”. Megacities didefinisikan sebagai kawasan perkotaan dengan populasi lebih dari sepuluh juta orang dan sebagian besar berada di Global South. Di bagian ini, Prof. Deden Rukmana menjelaskan analisis komparatif megacities di beberapa negara, membahas tantangan, proses, best practice, dan beberapa inisiatif program terkait urbanisasi di Megacities in The Global South. Beberapa pelajaran penting yang dapat diambil dari pembahasan topik ini, diantaranya urbanisasi yang cepat perlu dikelola dengan kebijakan perencanaan terutama di daerah pinggiran, dualisme perkotaan adalah karakteristik kota-kota besar yang berbeda di Global-south, ketimpangan sosial dan ekonomi harus menjadi kacamata penting dalam merencanakan megacities, dan rencana yang kreatif dan responsif dibutuhkan untuk mengembangkan infrastruktur.
Pembicara terakhir adalah Wicaksono Sarosa PhD. yang menjelaskan perspektif masyarakat sipil dalam transformasi perkotaan di Indonesia. Pengalaman Indonesia dalam menangani urbanisasi di masa lalu, seperti sedikitnya infrastruktur yang dibangun menyebabkan tidak terencana-nya area perkotaan. Dengan proyeksi penambahan 82 juta lebih penduduk perkotaan pada tahun 2045, apabila usaha yang dilakukan di masa depan cenderung sama dengan sebelumnya, maka akan timbul beberapa masalah. Masalah tersebut diantaranya, konsentrasi penduduk di pulau Jawa, ancaman pada luas lahan pertanian subur yang tersisa, dan tidak maksimalnya manfaat urbanisasi. Kebijakan perkotaan nasional diperlukan untuk mengatasi situasi ini agar kawasan perkotaan lebih layak huni, inklusif dan “berbudaya”. SDGs dan The New Urban Agenda dapat menjadi pedoman kerangka kerja pemerintah daerah untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Dalam presentasi ini, para pembicara juga menjelaskan beberapa contoh inisiatif perkotaan terkait target SDGs dan The NUA.
Seminar berjalan sangat lancar dimana peserta sangat antusias, banyaknya pertanyaan yang muncul, serta jumlah peserta melalui Zoom Meeting maupun di Youtube Live Streaming. Seminar dapat disaksikan di channel YouTube MPWK UGM. Presentasi pembicara dapat diunduh di tautan ini http://bit.ly/Paparan-URF2